Sebelum menjelaskan tentang pentingnya layanan pendidikan kewirausahaan
bagi siswa melalui Kopsis sekolah, terlebih dahulu perlu diingat kembali
beberapa konsep dasar tentang OSIS pada satuan pendidikan, antara lain:
(a) OSIS adalah singkatan dari Organisasi Siswa Intra Sekolah. Jadi,
OSIS merupakan satu-satunya wadah organisasi siswa di sekolah dan
kursus, di lingkungan pembinaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah (SD, SMP, SMA/SMK dan kursus-kursus), dan tidak ada hubungan
organisatoris dengan OSIS di sekolah atau kursus yang lain (Departemen P
dan K, 1985); (b) Pembina OSIS adalah Kepala Sekolah, guru dan tenaga
kependidikan yang bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan
OSIS di sekolah dan kursus tersebut; (c) Pemimpin siswa adalah pengusus
OSIS yang dipilih oleh para siswa di sekolah dan kursus untuk jangka
waktu tertentu dan mendapat pengesahan dari Kepala Sekolah yang
bersangkutan; dan (d) Tujuan khusus dibentuknya OSIS adalah:
Meningkatkan peran siswa untuk menjaga dan membina sekolah sebagai
wiyatamandala; Melatih siswa dalam berorganisasi dengan baik;
Memantapkan kegiatan ekstra kurikuler dalam menunjang pencapaian
kurikulum pada satuan pendidikan; Peningkatan apresiasi dan penghayatan
seni budaya; Menumbuhkan sikap berbangsa dan bernegara dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945; Meningkatkan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa; dan Meningkatkan kesehatan jasmani-rohani
siswa (Departemen P dan K, 1985).
Pada Bab IV pasal 4 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor
0461/ U/ 1984 dirumuskan, bahwa materi pembinaan kesiswaan meliputi
delapan aspek atau bidang, yang kemudian dalam tataran operasional
diwujudkan dalam bentuk delapan Sekretaris Bidang (Sekbid), yaitu: (a)
Sekbid ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (b) Sekbid kehidupan
berbangsa dan bernegara; (c) Sekbid pendidikan pendahuluan bela negara;
(d) Sekbid kepribadian dan budi pekerti luhur; (e) Sekbid berorganisasi,
pendidikan politik dan kepemimpinan; (f) Sekbid ketrampilan dan
kewirausahaan; (g) Sekbid kesegaran jasamani dan daya kreasi; dan (h)
Sekbid persepsi, apresiasi dan kreasi seni (Departemen P dan K, 1985).
Berdasarkan konsep-konsep dasar tentang OSIS dan materi pembinaan
kesiswaan tersebut, maka proses pembinaan yang bisa dilakukan oleh
Kepala sekolah dan Guru terhadap siswa dalam wadah OSIS adalah
menyangkut ‘delapan bidang’ tersebut secara integral.
Hanya karena keterbatasan ruang dan waktu (space and time), maka makalah
atau kajian ini lebih menekankan pada aspek kewirausahaan yang
terimplementasikan pada pengembangan Koperasi siswa (Kopsis) di setiap
satuan pendidikan. Diantara fungsi keberadaan Kopsis di setiap satuan
pendidikan bagi siswa antara lain: (a) melatih dan mendidik siswa dalam
mengembangkan potensi kewirausahaan sesuai dengan tingkat minat dan
potensi yang dimiliki siswa; dan (b) melatih dan mendidik siswa dalam
memanajemen Kopsis, khususnya dalam memberikan layanan terbaik terhadap
beragam kebutuhan siswa berkaitan dengan kelancaran proses pembelajaran
di sekolah. Oleh karena itu, hakikat Kopsis di sekolah bukan hanya
semata-mata menyediakan berbagai sarana dan kebutuhan material yang
diperlukan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah, tetapi juga harus
mampu ‘melatih dan mendidik siswa dalam mengembangkan potensi
kewirausahaan’, yang sangat dibutuhkan siswa dalam proses hidupnya
kedepan. Urgensi pengembangan potensi wirausaha siswa inilah yang
menjadi fokus kajian dalam makalah ini.
Agar keberadaan Koperasi Siswa (Kopsis) di setiap satuan pendidikan
mempunyai peran penting dalam proses pendidikan kewirausahaan siswa,
maka pengelolaan atau manajemen Kopsis sekolah harus dilakukan dengan
sebaik-baiknya, dan betul-betul berperan sebagai tempat praktik dan
latihan bagi siswa dalam membangun dan mengembangkan sikap mental
kewirausahaannya. Paling tidak ada tujuh konsep penting yang perlu
diperhatikan oleh pembina OSIS dalam proses membimbing atau melatih
siswa untuk mengembangkan potensi kewirausahaan di lingkungan sekolah,
antara lain:
Pertama, pada hakikatnya peranan sekolah dalam membangun sikap mental
berwirausaha siswa adalah sangat sentral. Diantara sikap mental manusia
atau peserta didik untuk sanggup berwirausaha adalah mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut: (a) memiliki moral atau motivasi tinggi untuk
berprestasi dan berkarya sepanjang usia hidupnya (need for achievement);
(b) memiliki sikap mental untuk berwirausaha, yang diawali dengan
hal-hal yang kecil namun dengan perencanaan yang baik; (c) memiliki
kepekaan terhadap arti lingkungan; dan (d) memiliki ketrampilan atau
kecapakan untuk berwirausaha. Kekuatan untuk membangun keempat aspek
tersebut sangat ditentukan oleh kondisi pembelajaran budaya yang telah
berlangsung dalam lingkungan keluarga siswa.
Peranan sekolah tersebut dalam realitasnya masih belum terberdayakan
secara maksimal, diantara faktor penyebabnya adalah masih ada beberapa
kelemahan yang dapat dijumpai dalam pelaksanaan layanan pendidikan di
setiap satuan pendidikan, yaitu: (1) kelemahan pada aspek proses
pembelajaran di kelas, antara lain: (a) aktivitas belajar siswa di
sekolah masih kurang maksimal dalam memberdayakan potensi dirinya; (b)
proses layanan pembelajaran di kelas belum secara maksimal dalam
memenuhi kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswa secara beragam;
(c) masih banyak terjadi proses pembelajaran yang bersifat guru
sentris; (2) kelemahan pada aspek pengorganisasian pengalaman belajar
siswa, yaitu dengan sistem pembelajaran secara klasikal cenderung guru
mengalami kesulitan dalam pemberian kayanan pendidikan kepada siswa
sesuai dengan minat dan kemampuan serta bakat masing-masing siswa secara
maksimal; dan (3) kelemahan dari pada aspek pengembangan kurikulum,
artinya pada kurikulum sekarang ini (berbasis kompetensi dan KTSP),
aspek kewirausahaan siswa belum diintrodosir dan dikembangkan secara
maksimal di setiap satuan pendidikan secara intergal dan berjenjang;
dan (3) kelemahan pada aspek sarana dan prasarana yang ada di sekolah
yang masih terbatas.
Kedua, strategi pengembangan dan pembinaan kewirausahaan siswa harus
dilakukan secara bertahap melalui usaha-usaha sebagai berikut: (1)
penyebarluasan konsep pembinaan kewirausahaan bagi siswa di setiap
satuan pendidikan; (2) melaksanakan dan mengembangkan program pembinaan
kewirausahaan; (3) pendayagunaan tenaga pembina kewirausahaan yang
meliputi tenaga-tenaga yang ada di sekolah atau di luar sekolah; (4)
melaksanakan penataran guru dan tenaga pembina kewirausahaan sampai
mencapai suatu jumlah dan mutu yang memadai; dan (5) mengembangkan
program lembaga pendidikan tenaga kependidikan dengan paket
kewirausahaan siswa. Sedangkan pengadaan sarana penunjang pengembangan
dan pembinaan kewirausahaan siswa di sekolah adalah: (a) ruang
ketrampilan; (b) koperasi siswa/ sekolah; (c) kebun sekolah; (d) ruang
kesenian; (e) ruang perpustakaan; dan (f) laboratorium (Departemen P dan
K, 1985)
Ketiga, strategi mempersiapkan siswa mempunyai sikap mental berwirausaha
melalui proses pembelajaran di kelas, antara lain: (1) pembenahan pada
proses pembelajaran yang mengunakan pendekatan atau model pembelajaran
aktif, kreatif, efektif, menyenangkan dan inovatif. Untuk bisa menunjang
proses pembelajaran tersebut, beberapa yang perlu dibenahi adalah: (a)
meningkatkan kompetensi guru dan mentalitas inovatif guru; (b)
pembenahan sistem pembelajaran yang didesain dalam bentuk ’siswa aktif,
kreatif dan inovatif’; (c) pembenahan dalam sarana pembelajaran di kelas
yang berbasis teknologi yang menunjang pembentukan mentalitas
kewirausahaan; (d) menanamkan konsep pada siswa tentang ’siswa
berprestasi’ adalah siswa yang mampu mencapai ketuntasan belajar dan
mempunyai kualitas pada aspek: moral, sikap mental inovatif, kepekaan
sosial, ketrampilan berwirausaha, rasa tanggung jawab dalam
menyelesaikan problem; (2) melakukan berbagai jenis kegiatan di sekolah
yang mengarah pada pembinaan kewirausahaan siswa.
Ada beberapa jenis kegiatan yang dapat dilakukan oleh pembina OSIS atau
guru dalam rangka mencapai tujuan pembinaan kewirausahaan siswa sebagai
berikut:
1. Dalam rangka membangkitkan dan menumbuhkan minat siswa terhadap
kegiatan kewirausahaan antara lain: (a) penulisan cerita tentang tokoh
wirausaha yang berhasil; (b) lomba baca dan tulis puisi tentang semangat
kewirausahaan; (c) fragmen dan wawancara tentang kewirausahaan melalui
televisi, radio dan pementasan; (d) kunjungan ke tempat-tempat
perusahaan atau industri; dan (e) ceramah dan diskusi tokoh wirausaha
yang berhasil di sekolah.
2. Dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan ketrampilan ber wirausaha
antara lain: (a) praktik ketrampilan seni menjual, berkebun, berternak,
jahit menjahit, masak memasak, dekorasi, pertanaman, servis dsb; (b)
koperasi siswa (kopsis); (c) bursa atau pameran buku; (d) melaksanakan
berbagai lomba karya siswa.
3. Dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan sikap mental berwirausaha,
antara lain: (a) alat-alat pelajaran berupa buku, audio visual,
komputer, internet dan alat ketrampilan lainnya; (b) praktek kerja
nyata; (c) tabungan siswa untuk kepentingan pembelajaran berwirausaha;
(d) melalui media siswa (warta siswa) dikomunikasikan gemar
berwirausaha; (e) kemah dan bakti sosial.
4. Dalam rangka mengembangkan daya pikir dan bertindak kreatif dan
produktif, antara lain: (a) lomba karya tulis siswa tentang
kewirausahaan; (b) lomba cipta alat produksi; (c) penulisan buku-buku
rujukan tentang kewirausahaan; (d) penataran tenaga instruktur
kewirausahaan; (e) diadakan forum wirausaha dari siswa dan untuk siswa;
(f) menyusun perencanaan melalui pembuatan proyek proposal kegiatan
siswa; dan (g) melaksanakan studi kelayakan, survei dan penelitian
tentang kewirausahaan.
Keempat, pembenahan pada kurikulum pendidikan formal, artinya kurikulum
pendidikan di setiap satuan pendidikan harus memasukkan unsur
pendidikan wirausaha pada siswa dengan baik. Beberapa alternatif yang
dapat dilakukan dalam mengembakan kurikulum wirausaha antara lain: (a)
mengembangkan satu bidang studi tentang wirausaha. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara; Tidak terlalu banyak merubah sistem pengajaran
yang telah berjalan; Disajikan mengikuti pola pengajaran bidang studi
yang ada; Isi dan ruang lingkup kajian (materi pembelajaran) disusun
sedemikian rupa sesuai dengan jenjang pendidikan peserta didik; (b)
penyiapan kurikulum kewirausahaan ke dalam bentuk aktivitas pembelajaran
secara periodik.
Contoh isi pengembangan kuirikulum kewirausahaan di setiap jenjan
pendidikan: (1) jenjang pendidikan TK dan sekolah dasar, isi
kurikulumnya menyangkut: (a) cerita kewirausahaan di kalangan hewan, (b)
cerita perjalanan petualangan penemuan hal-hal yang baru, (c) cerita
dan nyanyian kewirausahaan, dan gambar atau framen tentang
kewirausahaan; (2) jenjang pendidikan sekolah menengah, isi kurikulum
kewirausahaan menyangkut: (a) aspek keimanan, jiwa dan semangat untuk
berkarya atau berjuang demi mengharap ridha Tuhan, bukan mengharap
keridhaan dari sesamanya; (b) sikap mental dan kebiasaaan sehari-hari
untuk berkarya, misalnya: sikap mental selalu tidak pus (ingin maju),
ulet dan tekun; pandai bergaul atau menjalin komunikasi dengan
sesamanya, menghargai waktu, empati, menghormati harkat dan martabat
orang lain, menjunjung tinggi kejujuran, menolak pemberian tanpa suatu
karya dsb.; (c) daya pikir kreatif, misalnya : melatih belajar mandiri,
membuat buku catatan harian, (d) membangun skap mental keutamaan hasil
karya melalui kerjasama; (e) sikap mental untuk menggerakkan diri, yang
meliputi: Kegairahan dalam hidup, kesediaan untuk berusaha mencapai
keberhasilan, pikiran kreatif, melakukan sesuatu karya dengan hati
nurani; Mampu mengenal dan mehami keberagaman hidup; risiko dan
persaingan; (f) mengenal risiko, misalnya risiko konflik, risiko
inisiatif; (g) kemampuan meyakinkan, misalnya: keyakinan diri kuat akan
keberhasilan usahanya, mengenal barang dan jasa sendiri, salesmanship,
mengenal pasar dan calon pembeli; (h) mengenal dasar-dasar manajemen,
misalnya mengenal untung-rugi, peningkatan biaya, anggaran dan rencana,
mencari kawan berniaga, pembentukan modal dan berhemat; (i) ketrampilan
dalam berwirausaha, misalnya pembukuan, penguasaan bahasa asing, siap
mencoba berusaha di berbagai bidang, pengetahuan tentang hukum,
asuransi, perbankkan dsb.
Kelima, diantara pendidikan watak kewirausahaan yang harus dibangun pada
diri setiap siswa oleh guru, baik pada kegiatan proses pembelajaran
maupun dalam wadah pembinaan dan pengembangan Koperasi siswa adalah: (a)
mentalitas yang berorientasi ke masa depan, dan berpandangan positif
serta kreatif; (b) ulet, tekun, tidak mudah putus asa dan pandai
bergaul; (c) sangat menghargai waktu dan selalu siap berkompetisi secara
sehat; (d) menjunjung tinggi sikap memberi daripada meminta dan
berkepribadian menyenangkan (familier); (e) selalu siap bekerja keras
dari jenis pekerjaan yang rendah, dan mampu mengendalikan diri untuk
tidak konsumerisme; (f) tidak gila pangkat, gelar, kekuasaan dan selalu
menerima hasil usaha sendiri. Diantara jiwa wirausaha yang harus
dibangun pada diri setiap siswa adalah: (a) beriman pada Tuhan dan
berbuat baik dengan sesama; (b) tidak suka tergantung pada orang lain,
dan mempunyai rasa tanggung jawab pribadi, (c) berdisiplin nurani, dan
berani mengambil resiko dari pilihan yang dianggap baik, (d) bertekad
untuk memajukan lingkungannya dan menjunjung tinggi rasa keadilan serta
berani menyebarluaskan hal-hal yang baik untuk kepentingan umum.
Diantara daya pikir ketrampilan kewirausahaan, baik melalui proses
pembelajaran di kelas maupun praktek Kopsis yang harus dibangun pada
diri setiap siswa adalah: (a) mampu menyusun perencanaan seopreasional
mungkin, dan suka menjalin interaksi dalam bentuk kerjasama, (b) selalu
termotivasi untuk berprestai dan selalu suka belajar baik pada
pengetahuan terbaru maupun terhadap pengalaman masa lalu (gagal atau
berhasil), (c) aktif dalam pengembangan penambahan pengetahuan dan
ketramilan baru dan suka mendengar nasehat atau pendapat orang lain, (d)
memperhatikan efisiensi dan efektifitas karya dan berpikiran terbuka
serta bertanggung jawab.
Keenam, langkah penunjang dalam pengembangan pendidikan wirausaha siswa
di sekolah adalah: (a) memerkokoh institusi pendidikan yang melaksanakan
program kewirausahaan, melalui Kopsis sekolah sebanyak-banyaknya; (b)
dibentuk suatu lembaga koordinasi pembinaan dan pengembangan sekolah
yang melaksanakan program kewirausahaan; (c) diadakan proyek-proyek
eksperimen terpadu antar sekolah dalam meningkatkan budaya wirausaha;
(d) penyediaan dan pengembangan pelayanan dan fasilitas studi bagi para
siswa yang melaksanakan program kewirausahaan pada lapangan usaha dan
industri di masyarakat dan pemerintah; dan (e) pemerintah mendirikan
pusat-puat pengembangan pendidikan dan pengembangan usaha dan industri
yang dapat bersinergis dengan institusi-institusi pendidikan
penyelenggara program kewirausahaan. Pola pendidikan kewirausahaan di
pendidikan formal harus terjalin sinergis dengan pola pendidikan
wirausaha di lembaga non formal (masyarakat) Misalnya setiap unit
aktifitas ekonomi masyarakat mengadakan kelompok-kelompok kerja sesuai
dengan bidangnya. Bidang-bdang kewirausahaan yang bisa dilakukan antara
lain: (a) kewirausahaan dalam bidang usaha ekonomi; (b) kewirausahaan
dalam bidang karir dan jabatan; (c) kewirausahaan dalam bidang
pendidikan
Ketujuh, sistem pengorganisasian dan evaluasi pendidikan kewirausahaan
siswa di sekolah, baik melalui proses pembelajaran maupun praktik Kopsis
antara lain: (a) bahwa pengorgianisasian pelaksanaan kegiatan
kewirausahaan sekolah adalah melalui OSIS pada sekretaris bidang
(sekbid) kewirausahaan yang diwujudkan dalam bentuk aktifitas koperasi
siswa; (b) dalam berbagai kegiatan yang bersifat khusus kepala sekolah
dapat mementuk panitia penyelenggara kegiatan wirausaha; (c) dalam
rangka kegiatan kewirausahaan antar sekolah atau antar instansi perlu
dibentuk panitia bersama; (d) kepala sekolah dalam menjalin kerjasama
lintas sektoral untuk kegiatan kewirausahaan, perlu menjalin kerjasama
dengan orang tua wali dan tokoh masyarakat (komite sekolah); dan (e)
pembinaan kewirausahaan dilakukan secara bertahap. Sedangkan proses
evaluasi terhadap proses pendidikan kewirausahaan baik melalui proses
pembelajaran maupun praktik Kopsis adalah: (a) evaluasi kinerja
dilakukan setiap akhir semester; (b) proses evalusianya dapat menyangkut
aspek perencanaan dan pelaksanaan; dan (c) agar diperoleh hasil
evaluasi yang akurat diperlukan format atau instrument yang jelas sesuai
dengan jenis kegiatan kewirausahaan sekolah.